Bahaya Menyampaikan Tanpa Mendapat Penjelasan dalam Surah an-Nisaa' 83
Sehari sepotong ayat al-Quran. Mari kita sama-sama hayati tafsir alquran pilihan pada hari ini dan fahami maksudnya. Moga Allah SWT mengembangkan lembayung rahmat-Nya kepada kita, keluarga kita, anak-anak kita serta sesiapa sahaja yang bersama-sama kita.
Sebab turunnya ayat ini
Ibnul Jauzi rahimahumallah dalam Zadul Masir menyebutkan bahwa ada dua pendapat tentang sebab turunnya ayat ini.
1. Berdasarkan riwayat yang hanya dikeluarkan oleh al-Imam Muslim rahimahumallah dari Ibnu Abbas r.a, dari Umar r.a. Ketika Nabi SAW mengasingkan diri dari isteri-isteri beliau, Umar masuk ke dalam masjid dan mendengar manusia mengatakan bahwa Nabi SAW telah menceraikan isteri-isterinya. Lalu beliau menemui Nabi SAW dan seraya bertanya, “Apakah Anda telah menceraikan isteri-isteri Anda?” Nabi menjawab, “Tidak.” Umar pun keluar sambil menyeru, “Ketahuilah, Rasulullah tidak menceraikan istri-istrinya.” Lalu turunlah ayat ini.2. Berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Shalih dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW mengutus sariyyah (pasukan khusus yang jumlahnya 4 sampai 400 orang). Kemudian terdengar berita bahwa mereka menang atau kalah. Akhirnya orang-orang membicarakan dan menyebarluaskan berita tersebut. Mereka tidak bersabar hingga Nabi SAW yang menyampaikan berita itu, kemudian turunlah ayat ini.
Tafsir Ayat
Ibnu Katsir rahimahumallah mengatakan, (ayat ini mengandungi) pengingkaran terhadap orang yang mendapat berita lalu tergesa-gesa menyebarkan sebelum memastikan kebenarannya. Mungkin berlaku yang berita itu tidak benar.
Al-Imam Muslim rahimahumallah—dalam mukadimah kitab Sahih-nya— menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, disebutkan riwayat dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW melarang qila wa qala (katanya dan katanya), iaitu suka menyiarkan apa yang dikatakan orang lain tanpa memastikan, mencermati, dan mencari kejelasan terlebih dahulu tentang ucapan orang lain tersebut.
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahumallah mengatakan, ini adalah pengajaran dari Allah SWT kepada para hamba-Nya terhadap tindakan mereka yang tidak patut dilakukan. Seharusnya, ketika suatu perkara yang penting yang berkaitan dengan kemenangan dan kegembiraan orang-orang mukmin; atau ketakutan, seperti musibah yang datang sampai kepada mereka, hendaknya mereka pastikan terlebih dahulu dan tidak tergesa-gesa menyampaikan. (Yang sepatutnya mereka lakukan ialah) merujuk kepada Rasul atau ulil amri di antara mereka, iaitu para pemikir, ahli ilmu, penasihat, orang yang memahami permasalahan, bagus pendapatnya, yang mengetahui urusan (dengan baik), mana yang membawa maslahat dan mana yang tidak. Jika mereka pandang menyiarkan berita mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin, menambah semangat dan menyenangkan mereka, serta terjaga dari musuh, mereka akan menyebarkannya.
Jika mereka pandang tidak ada maslahat, atau ada maslahat namun kemadaratan yang terjadi lebih besar, mereka tidak menyiarkannya. Ayat di atas menjadi pedoman yang mendidik, iaitu apabila terjadi penelitian tentang suatu masalah, hendaknya diserahkan kepada ahlinya dan kita tidak mendahului mereka. Hal ini lebih mendekatkan kita kepada kebenaran dan lebih patut bagi kita agar selamat dari kesalahan.
Ayat ini juga mengandung larangan seseorang daripada terburu-buru menyampaikan sesuatu berita pada pertama kali mendengarnya. Dia diperintahkan untuk memikirkan dan memandang terlebih dahulu sebelum menyampaikannya, samada hal itu membawa maslahat sehingga disampaikan atau tidak ada manfaat sehingga tidak boleh disebarkan.
Sumber:
tafsir ayat quran
muftisays
Dan apabila datang kepada mereka sesuatu berita mengenai keamanan atau kecemasan, mereka terus menghebahkannya; padahal kalau mereka kembalikan sahaja hal itu kepada Rasulullah dan kepada - "Ulil-Amri" (orang-orang yang berkuasa) di antara mereka, tentulah hal itu dapat diketahui oleh orang-orang yang layak mengambil keputusan mengenainya di antara mereka; dan jika tidaklah kerana limpah kurnia Allah dan belas kasihanNya kepada kamu, tentulah kamu (terbabas) menurut Syaitan kecuali sedikit sahaja (iaitu orang-orang yang teguh imannya dan luas ilmunya di antara kamu). (An-Nisaa' 4:83)
Sebab turunnya ayat ini
Ibnul Jauzi rahimahumallah dalam Zadul Masir menyebutkan bahwa ada dua pendapat tentang sebab turunnya ayat ini.
1. Berdasarkan riwayat yang hanya dikeluarkan oleh al-Imam Muslim rahimahumallah dari Ibnu Abbas r.a, dari Umar r.a. Ketika Nabi SAW mengasingkan diri dari isteri-isteri beliau, Umar masuk ke dalam masjid dan mendengar manusia mengatakan bahwa Nabi SAW telah menceraikan isteri-isterinya. Lalu beliau menemui Nabi SAW dan seraya bertanya, “Apakah Anda telah menceraikan isteri-isteri Anda?” Nabi menjawab, “Tidak.” Umar pun keluar sambil menyeru, “Ketahuilah, Rasulullah tidak menceraikan istri-istrinya.” Lalu turunlah ayat ini.2. Berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Shalih dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW mengutus sariyyah (pasukan khusus yang jumlahnya 4 sampai 400 orang). Kemudian terdengar berita bahwa mereka menang atau kalah. Akhirnya orang-orang membicarakan dan menyebarluaskan berita tersebut. Mereka tidak bersabar hingga Nabi SAW yang menyampaikan berita itu, kemudian turunlah ayat ini.
Tafsir Ayat
Ibnu Katsir rahimahumallah mengatakan, (ayat ini mengandungi) pengingkaran terhadap orang yang mendapat berita lalu tergesa-gesa menyebarkan sebelum memastikan kebenarannya. Mungkin berlaku yang berita itu tidak benar.
Al-Imam Muslim rahimahumallah—dalam mukadimah kitab Sahih-nya— menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Seorang dianggap telah berdusta apabila memberitakan seluruh perkara yang ia dengar.”Riwayat ini juga dikeluarkan oleh Abu Dawud rahimahumallah dalam “Kitabul Adab”, dari jalan Muhammad bin Husain bin Asykab, dari Ali bin Hafsh, dari Syu’bah secara musnad (sanadnya sampai kepada Nabi). Selain itu, dikeluarkan pula oleh al-Imam Muslim rahimahumallah dan Abu Dawud rahimahumallah dari jalan yang lain secara mursal (sanadnya tidak sampai kepada Nabi SAW).
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, disebutkan riwayat dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW melarang qila wa qala (katanya dan katanya), iaitu suka menyiarkan apa yang dikatakan orang lain tanpa memastikan, mencermati, dan mencari kejelasan terlebih dahulu tentang ucapan orang lain tersebut.
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahumallah mengatakan, ini adalah pengajaran dari Allah SWT kepada para hamba-Nya terhadap tindakan mereka yang tidak patut dilakukan. Seharusnya, ketika suatu perkara yang penting yang berkaitan dengan kemenangan dan kegembiraan orang-orang mukmin; atau ketakutan, seperti musibah yang datang sampai kepada mereka, hendaknya mereka pastikan terlebih dahulu dan tidak tergesa-gesa menyampaikan. (Yang sepatutnya mereka lakukan ialah) merujuk kepada Rasul atau ulil amri di antara mereka, iaitu para pemikir, ahli ilmu, penasihat, orang yang memahami permasalahan, bagus pendapatnya, yang mengetahui urusan (dengan baik), mana yang membawa maslahat dan mana yang tidak. Jika mereka pandang menyiarkan berita mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin, menambah semangat dan menyenangkan mereka, serta terjaga dari musuh, mereka akan menyebarkannya.
Jika mereka pandang tidak ada maslahat, atau ada maslahat namun kemadaratan yang terjadi lebih besar, mereka tidak menyiarkannya. Ayat di atas menjadi pedoman yang mendidik, iaitu apabila terjadi penelitian tentang suatu masalah, hendaknya diserahkan kepada ahlinya dan kita tidak mendahului mereka. Hal ini lebih mendekatkan kita kepada kebenaran dan lebih patut bagi kita agar selamat dari kesalahan.
Ayat ini juga mengandung larangan seseorang daripada terburu-buru menyampaikan sesuatu berita pada pertama kali mendengarnya. Dia diperintahkan untuk memikirkan dan memandang terlebih dahulu sebelum menyampaikannya, samada hal itu membawa maslahat sehingga disampaikan atau tidak ada manfaat sehingga tidak boleh disebarkan.
Sumber:
tafsir ayat quran
muftisays
Ulasan
Catat Ulasan